nak/rud

Sumber : http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1105150726&1

SURABAYA -- Pakar hak cipta dari Universitas Airlangga Rachmi Jened SH MH mengkritik sejumlah pihak yang secara serampangan menerjemahkan Undang-Undang Hak Cipta sebagai Undang-Undang HAKI. Ditegaskannya, istilah HAKI mencakup hal yang lebih luas dari sekadar hak cipta.

"Sedangkan yang diributkan selama ini adalah masalah hak cipta, bukan masalah yang menggunakan istilah HAKI. Kesalahan itu akan bisa mempengaruhi pemahaman masyarakat awam, sebab nanti yang dikira HAKI itu hanyalah hak cipta begitu pula sebaliknya," urainya ketika dihubungi Republika, Senin (22/3).

Oleh karena itu, produk perundangan yang dimaksudkan tentulah yang mencakup penegakan hak cipta. Produk perundangan bernama Undang-Undang Hak Cipta itu memang berlaku efektif sejak setahun silam. "Karena sifat hukumnya yang deklaratif dan merupakan delik biasa, maka aparat wajib menegakkannya tanpa harus menunggu laporan dari berbagai pihak," papar kandidat doktor Unair ini.

Kalaupun ada upaya artis atau seniman melaporkan masalah pembajakan hak cipta maka langkah itu tak bisa dikatakan sebagai pembajakan HAKI. Sebab, sambung dia, keduanya memiliki wilayah cakupan berbeda. Hak cipta hanyalah satu bagian saja dari HAKI.

"Kalangan seniman atau artis pun sudah sangat memahami hal itu. Jadi, sesungguhnya tanpa menunggu laporan dari mereka, pihak aparat keamanan seharusnya melakukan razia kepada produk-produk bajakan itu secara intensif karena memang undang-undang mewajibkannya," tutur dia.

Sumber : Republika (23 Maret 2004)

» kirim ke teman
» versi cetak
revisi terakhir : 8 Januari 2005