foto berita artikel

Mungkin sudah bukan rahasia lagi bila Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pembajakan software tertinggi di dunia. Dengan kedudukan Indonesia sebagai 5 Besar dalam hal pembajakan software di dunia versi Business Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation (IDC), tentunya menimbulkan suatu keprihatinan tersendiri bagi kita sebagai bangsa.

Menurut BSA sendiri pada tahun 2004 yang lalu saja Indonesia telah mengalami kerugian finansial sebesar US$ 157 juta, itupun belum termasuk kerugian yang ditanggung oleh perusahaan vendor software yang bersangkutan. Berangkat dari hal inilah kemudian Microsoft sebagai salah satu vendor terbesar, mulai tahun 2006 yang lalu memperkenalkan Genuine Software Initiative (GSI). GSI ini memiliki tiga pilar penting, yaitu Education, Engineering, dan Enforcement. Dengan adanya program GSI ini Microsoft berharap dapat memberikan pemahaman terhadap pentingnya penggunaan lisensi dari software-software asli bagi masyarakat Indonesia secara luas, mulai dari tingkatan pengguna korporat sampai personal. Disamping itu dengan GSI Microsoft juga berharap agar pengguna juga bisa mendapatkan keamanan yang penuh untuk produk-produk asli yang mereka beli.

Dari sisi pemerintah sendiri, Indonesia telah mengupayakan penegakkan hukum terhadap hak intelektual sejak tahun 2002 melalui pemberlakuan UU Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) No.19/2002 maupun pembentukan tim HaKI Nasional, hingga keluarnya Indonesia dari Priority Watch List sebagai hasil dari OCR 301 akhir tahun 2006 yang lalu. Tentunya hal ini merupakan kabar yang cukup menggembiran karena juga disertai trend penurunan prosentase tingkat pembajakan di Indonesia dari yang semula 87 persen menjadi 85 persen menurut Business Software Alliance (BSA). Namun angka tersebut tentu saja masih sangat jauh dari harapan, karena dengan jelas masih menunjukkan kecenderungan tingkat preferensi masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap software-software bajakan. Namun hal ini juga masih dapat dimaklumi mengingat tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang masih memprihatinkan, memang belum memungkinkan untuk serta merta berbalik menjadi pemakai software legal yang rata-rata harganya masih jauh dari kemampuan ekonomi mereka. Namun dengan pengembangan pemahaman dan kerja sama yang terjalin antara pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis dan vendor-vendor yang ada, diharapkan proses legalisasi dan penumbuhan kesadaran masyarakat atas hak intelektual tidak akan memakan waktu yang lama lagi, selain tentu saja kita berharap pada perbaikan perekonomian masyarakat secara luas tentunya.

Menurut Microsoft, seperti yang dituturkan Keith Beeman, Direktur Senior Worlwide Anti-Piracy Microsoft Corporation, kunci utama untuk mengatasi problem pembajakan software adalah adanya upaya perlindungan hukum dari pemerintah Indonesia terhadap HaKI dan edukasi masyarakat. Lebih lanjut ia memaparkan bahwa pemahaman masyarakat, penegakan hukum, dan kerjasama antara pemerintah dan pelaku industri merupakan awal bagi semua investasi yang hasilnya akan kembali ke Indonesia. Di sinilah dapat kita lihat bahwa GSI dari Microsoft ini merupakan salah satu bentuk dorongan vendor terhadap penegakkan perlindungan HaKI di Indonesia.(dna)